
berantasonline.com (Sukabumi)
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Rahma Sakura Ramkar, melontarkan kritik tajam terhadap dua perusahaan besar yang beroperasi di wilayah Sukalarang, yakni PT Pratama Abadi Industri dan PT GSI 2. Ia menilai keduanya tidak melaksanakan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku.
Dalam pernyataannya, Senin (16/06/2025), Rahma menegaskan bahwa dirinya telah lama memantau minimnya kontribusi sosial dari dua pabrik tersebut. Kritik ini, menurutnya, muncul dari keresahan warga Sukalarang yang masih menghadapi persoalan dasar seperti akses air bersih, banjir, dan minimnya program pelatihan masyarakat.
“Ketika anggaran daerah sedang dalam efisiensi besar-besaran, maka kehadiran swasta sangat dibutuhkan. Sayangnya, dua perusahaan ini tidak terlihat menjalankan peran sosialnya secara nyata,” ujarnya.
Rahma, yang juga dikenal sebagai anggota DPRD termuda periode 2024–2029 dari Partai Golkar, menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan CSR di lapangan. Ia bahkan menyebut bahwa PT GSI 2 tidak melaporkan kegiatan CSR selama beberapa tahun, namun hingga kini belum ada sanksi maupun teguran dari pemerintah.
“Perda sudah jelas mengatur tahapan sanksi. Tapi sampai sekarang, belum ada langkah konkret. Ironisnya, PT Pratama malah dapat penghargaan dari pemerintah daerah dan provinsi. Saya pertanyakan indikatornya,” kata Sakura.
Rahma mengaku telah menyampaikan hal ini secara langsung kepada Bapelitbangda dan Sekretaris Daerah Sukabumi, namun belum melihat tindak lanjut yang memadai. Bahkan, ia menyebut unggahannya di media sosial seperti TikTok dilakukan sebagai upaya memperkuat tekanan moral agar persoalan ini ditanggapi serius.
Lebih lanjut, Sakura mengungkapkan bahwa masyarakat mempertanyakan ke mana arah program CSR, karena yang terlihat di lapangan justru bantuan seremonial, bukan yang menyentuh kebutuhan masyarakat seperti infrastruktur, pelatihan UMKM, atau beasiswa.
“CSR bukan sekadar bantuan konsumsi atau kursi acara dinas. Harusnya CSR hadir di tengah kebutuhan masyarakat, dibahas bersama dari tingkat desa sampai tokoh masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menolak anggapan bahwa kritiknya bermuatan politis. Menurutnya, apa yang dilakukan merupakan bentuk tanggung jawab sebagai wakil rakyat dan warga Sukalarang yang merasakan langsung kondisi di lapangan.
“Saya bukan anti perusahaan. Saya juga tahu pentingnya mereka dalam menyerap tenaga kerja. Tapi jika sudah berdiri di Sukabumi, mereka harus patuh pada aturan,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Sakura meminta pemerintah daerah lebih peka dan tegas, bukan justru memberikan penghargaan kepada perusahaan yang belum transparan soal laporan CSR.
“Fatal kalau pemerintah diam. Saya minta Pemkab Sukabumi berani menegur, demi keadilan masyarakat,” pungkasnya.
(Ris)